Selamat Datang

Well come, Ahlan wa sahlan, Ngatore Longghu

Rabu, 18 Oktober 2017

CERITA TENTANG KERAPAN SAPI




Mendengar Madura mengingatkan kita akan sebuah budaya yang sangat lekat dan dikenal yakni Kerapan Sapi. Konon  Kerapan sapi merupakan lambang dari kerja sama, persaingan, sportifitas, dan keakraban/solidaritas serta rasa syukur. Awal  munculnya kerapan sapi merupakan bentuk rasa syukur petani atas keberhasilan panennya. Petani yang membajak sawahnya menggunakan sapi saling berlomba agar bajakannya cepat selesai dengan memacu sapinya. Sehingga para petani terbesit untuk melombakan sapinya dalam berlari, sehingga lahirlah tradisi kerapan sapi.
Kegiatan ini dilakukan secara turun temurun, dimulai dari tingkat Kecamatan, Tingkat Kabupaten dan terakhir Tingkat Madura. Kegiatan ini diadakan setiap tahun dengan cara yang berjenjang. Pernah diupayakan penyelenggaraannya untuk tingkat Madura secara bergiliran tiap Kabupaten dari Bangkalan  bergilir ke Sampang,  Pamekasan dan Sumenep. Namun pelaksanaannya sepertinya kurang optimal sehingga akhirnya kembali diadakan di Kabupaten Pamekasan sebagai puncak Lomba Se Madura, mengingat Pamekasan sendiri berada ditengah Pulau Madura.
Potensi ini sebenarnya sangat bisa untuk diangkat menjadi Kunjungan Wisata terutama Kabupaten Pamekasan sendiri atau kalau perlu merupakan satu kesatuan Madura, dengan Paket Wisata yang jelas dan terarah. Pamekasan telah beberapa kali mengadakan acara SEMALAM DI MADURA, yakni malam menjelang diadakannya Lomba Kerapan Sapi Tingkat Madura, sayangnya 3 kabupaten yang juga diharapkan mengisi acaranya kadang juga kurang optimal, dari tahun ke tahun diadakan perubahan dan penambahan acara namun belum juga lahir gaung yang kuat sehingga Madura kembali tertutup oleh keberhasilan daerah lain seperti Banyuangi, padahal dari sisi alam, dan kesiapan tranportasinya kita jauh lebih baik, sayang kesqadaran Masyarakat dan kesiapan Pemerintah untuk duduk bersama mengolah dengan matang masih kurang. Adanya Lapangan Terbang di Sumenep dan Jembatan Suramadu belum mampu membuka Madura kearah yang diharapkan.
Perlu diberikan perubahan khusus dalam merekonstruksi budaya kerapan sapi. Pemerintah daerah mempunyai kewajiban  untuk mengubah orientasi pemilik dan penyelenggara kerapan sapi yang cenderung abai terhadap  kemasan yang menarik dan mengembalikan pada kebiasaan yang unik, dimana malam hari sebelum dilomba diadakan semacam selamatan dan ngintangngin serta berangkat dan pulang dari tempat lomba diiringi saronen dan tabbuwen. Karena apabila acara kerapan sapi diikuti dengan cara yang baik dan menarik akan membuat wisatawan tertarik menikmati kerapan sapi, Sangat disayangkan apabila kerapan sapi yang seharusnya menunjukkan sebuah cerminan masyarakat Madura yang berjiwa kerja keras, kerja sama, bersaing, ketertiban dan sportivitas tercemar oleh perilaku obsesi akan kemenangan Semoga akan lahir generasi yang memahami kearifan Budaya leluhurnya dan menmgembalikan Madura dikenal sebagaimana dahulu dikenal sebagai pulau garam, pulau kerapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar