Selamat Datang

Well come, Ahlan wa sahlan, Ngatore Longghu

Kamis, 28 Juni 2018

PERUMPAMAAN EMBRO DAN PIPO



Ada cerita yang sangat inspiratif sekaligus mengena pada kita. Cerita ini bisa Anda baca di buku The Cashflow Quadrant atau buku The Parable of Pipeline yang ditulis Burke Hedges. Atau baca disini saja.
Begini ceritanya : Zaman dahulu kala, ada sebuah desa kecil yang indah. Tempat itu sangat menyenangkan,
sayangnya disana ada masalah. Desa itu tidak punya  air  jika  hujan  tidak  turun.  Untuk
mengatasi  itu,  kepala  desa membuat  tandon  air,  kemudian  menyerahkan kepada
2  orang  untuk mengisinya  dengan  air  dari  mata  air  di  gunung.  Uang  yang  mereka 
terima sesuai dengan jumlah air yang mereka bawa.
Embro yangkuat langsung mengambil ember yang besar   dan berangkat mengambil air. Sepanjang hari dia mengangkut air sehingga 
memperoleh uang banyak. Pipo yang orang biasa, lama-lama tidak tahan 
dengan  kondisi  itu.  Kemudian  dia  mendapat  inspirasi,  dia  mengajak
Embro untuk membangun pipa dari bambu. “Apaaa ? membangun pipa ? 
Dengan begini saja kita sudah bisa kaya. Saya bisa mengangkat 100 ember dalam sehari Jawab Embro. Pipo terpaksa mengerjakan sendiri idenya. 
Dia tetap mengangkat air, diwaktu luang dia bekerja membangun pipa. 
Dicarinya bambu, dibuatnya landasan untuk bambu. Hari minggu pun dia 
sibuk memotong bambu.
Kehidupan  Embro  meningkat  dari  hasil  mengangkut  air,  bisa 
membangun rumah lebih baik dan membeli delman untuk jalan-jalan. 
Setiap minggu dia makan-makan bersama keluarganya di warung desa.
Karena  kebutuhannya  meningkat,  Embro  memperbear  embernya  dan 
berusaha  lebih  banyak  mengangkut  air.  Sedangkan  Pipo  tetap  hidup
Sederhana sebagian uangnya dibelikan alat alat untuk  proyeknya. 
Orang-orang  desa  mulai  mentertawakan  dia  yang  telah  membuang
waktu menyambung-nyambung bambu. “Kok tidak mengangkat air lebih 
sering seperti Embro, kan bisa kaya ?” Begitu mereka menasihati Pipo.
Setelah beberapa tahun, proyek Pipo selesai. Air mengalir dari  mata air ke tandon. Pipo mulai menikmati pembayaran dari air yang
mengalir tadi.
Semakin tua, Embro semakin lemah, tetapi dia tidak bisa berhenti  mengangkut  air  karena  kebutuhannya  semakin  meningkat.  Akhirnya kelelahan.   
Keluarganya kehilangan nafkah dan kembali miskin.
Pipo semakin makmur dan kaya
tanpa harus bekerja lagi. Air di pipanya terus mengalir saat dia tidur,
rekreasi,  mengunjungi  keluarga  atau  memancing.  Orang-orang  desa  memanggil  Pipo  si  manusia  ajaib.  Setelah  meninggal,  anaknya  bisa  mewarisi hasil kerja bapaknya.